Perkembangan Islam di Italia

Senin, 09 Maret 2015



A.    Masuknya Islam Ke Italia
Sejarah masuknya Islam di Italia bermula sekitar abad ke-9: ketika Sisilia dan beberapa wilayah di Semenanjung Italia menjadi bagian kekuasaan Ummah Muslim antara tahun 828 (Penaklukan Muslim Sisilia) dan pada tahun 1300 (kehancuran benteng pertahanan Islam terakhir di Lucera, Puglia), Islam hampir tidak ada lagi di Italia sejak zaman penggabungan negara pada tahun 1861 hingga tahun 1970-an, saat gelombang pertama imigran dari Afrika Utara mulai tiba. Bangsa tersebut, umumnya berasal dari bangsa Berber dan Arab, yang kebanyakan datang dari Maroko. Sebagian juga datang dari Albania, dan beberapa tahun kemudian, mereka juga diikuti oleh orang-orang Mesir, Tunisia, Senegal, Somalia, Pakistan dan lain-lain.

Sejak awal abad ke-7 dan ke-8, sebagian bangsa Lombard, salah satu dari bangsa Jerman yang menguasai sebagian Italia, memilih meninggalkan kepercayaan Arianisme dan memeluk Islam di samping Katolik, sedangkan al-Ankubarti umumnya berjuang sebagai tentara sewaan dalam pasukan Arab di pantai Mediterrania Afrika, khususnya Ifriqiyah-Tunisia, dan juga Saqaliba oleh masyarakat Muslim Arab. Di Palermo Tengah, sebuah distrik diberi nama Saqaliba. Orang Sisilia-Saqaliba terkenal dari abad ke-10 adalah Gawhar Al-Siqilli, seorang pemimpin militer Fatimiyyahdan yang mendirikan Cairo. Orang Sisilia-Saqaliba lain, adalah dari bangsa Slavia Sabir al-Fata, yang menaklukkan Taranto dan Otranto pada tahun 927.
Serangan Arab pertama terhadap Sisilia-Bizantium pada tahun 652, 667, dan 720 mengalami kegagalan Syracuse dapat ditaklukkan untuk pertama kalinya untuk sementara waktu pada tahun 708, namun sebuah invasi yang direncanakan pada tahun 740 gagal dilaksanakan karena pemberontakan Berber dari Maghreb yang berlangsung hingga tahun 771 dan perang sipil di Ifriqiyah berlangsung hingga tahun 799. Sardinia bagaimanapun berhasil dikuasai Islam dalam beberapa tahapan pendudukan yang berlangsung pada tahun 711, 720, dan 760 secara berturut-turut. Pulau Italia Pantelleria dapat ditaklukkan oleh bangsa Arab pada tahun 700.
Awal Masuk Islam dan Penaklukan kota Sisilia

Sisilia menjadi batu loncatan untuk pergerakan islam menuju Italia.  Setelah Sisilia jatuh ke tangan Islam, kota-kota terdekat juga ikut ditaklukan. Calarbia yang ketika itu diserang oleh pasukan Ibrahim II. Kemudian Palermo jatuh, terjadi konflik antar Lombardo di Italia Selatan dan para jendral Aghlabiyah ikut campur terhadap konflik tersebut. Pasukan Islam semakin bersemangat untuk menyerang daerah romawi timur ini. Kota Bari yang selanjutnya dikalahkan kemudian pasukan Islam menuju gerbang Venesia.
Untuk mengakhiri pemberontakan pasukannya, hakim Aghlabiyyah dari Ifriqiyah mengirimkan para perjuang Arab, Berber, dan Andalusia untuk menaklukkan Sisilia pada tahun 827, 830, dan 875, dengan dipimpin oleh Asad bin al-Furat. Pada tahun 902, hakim Ifriqiyah menjadikan dirinya sendiri untuk memimpin pasukan perang untuk bertempur di pulau tersebut. Hakim dari Sisilia, yang memberontak melawan Konstantinopel, dijuluki oleh kaum Muslim (disebut Saraken oleh orang Eropa) sebagai penolong. Pada tahun 831 Palermo jatuh ke tangan mereka, kemudian pada tahun 843 diikuti Messina, pada tahun 878 Syracuse, pada tahun 902 Taormina, pada tahun 918 Reggio Calabria di daratan utama, dan pada tahun 964 Rometta, dan yang benteng Bizantium terakhir yang tersisa di Sisilia.
Keberhasilan pertanian Sisilia di bawah kekuasaan Arab menjadikan pertanian tersebut terkenal di bidang ekspor. Seni dan kerajinan tangan menjadi berkembang pesat di kota itu. Palermo, ibu kota Arab di pulau itu, memiliki 300.000 penduduk saat itu, lebih banyak dari hasil penggabungan seluruh kota di Jerman. Pada awal abad ke-11, umat Muslim menjadi setengah populasi Sisilia, dengan bangsa Arab mendominasi utara pulau di sekitar Palermo dan bangsa Berber di area sekitar Agrigento di wilayah selatan.
Dari Sisilia, bangsa Muslim mulai pindah ke daratan utama dan menguasai Calabria. Pada tahun 835 dan kemudian tahun 837, Adipati Naples  meminta bangsa muslim untuk membantu berjuang melawan Adipati Benevento. Pada tahun 840, kota Taranto dan Bari jatuh ke tangan bangsa Muslim, dan pada tahun 841, Brindisi juga mengalami kejatuhan. Capua dapat ditaklukkan, Benevento, yang saat itu di bawah kekuasaan bangsa Frank, dapat dikuasai pada tahun 840-847 dan tahun 851-52. Serangan bangsa Arab terhadap Kota Roma pada tahun 843, 846 dan 849 berhasil digagalkan. Pada tahun 847, Kota Taranto, Bari, dan Brindisi menyatakan menjadi emirat independen dari Aghlabiyyah. Selama beberapa dekade, bangsa Muslim memerintah Mediterrania dan menyerang kota-kota pesisir Italia. Pada tahun 868-870, Kota Ragusa di Sisilia masih dalam kekuasaan bangsa Arab.
sejarah masuk islam di italia
Peperangan di Ostia tahun 849
mengakhiri serangan Arab ketiga di Roma
photo : wikipedia
Hanya setelah kejatuhan Malta tahun 870, Kristen dunia barat berhasil dalam memperbaiki angkatan perang melawan Muslim. Kaisar Franko-Romawi Louis II menaklukkan Brindisi dan menumpas bangsa Arab di Bari tahun 871, namun kemudian jatuh tertawan Aghlabids. Sebagai gantinya, Byzantium menaklukkan Taranto tahun 880. Sejumlah kecil benteng Arab di selatan bertahan hingga tahun 885, contohnya Santa Severina Crotone di Calabria. Tahun 882, bangsa Muslim dijumpai di mulut Sungai Garigliano antara Naples dan Roma basis baru jauh di utara, yang bersatu dengan Gaeta, dan menyerbu Campania seperti Sabinia di Lazio. Seratus tahun kemudian, Byzantium disebut bangsa Arab Sicilia sebagai pendukung melawan kempanye Kaisar Jerman Otto II. Mereka mengalahkan Otto di Taranto tahun 982 dalam pertempuran di Crotone dan dalam 200 tahun berikutnya sebagian besar digantikan dalam mencegah penggantinya sejak memasuki Italia selatan.
Tahun 1002, Bari dikuasai lagi oleh bangsa Arab, namun kemudian dikuasai lagi oleh Byzantium. Melus (Melo), Emir Bari 1009-1019, melawan Byzantium dan dijuluki oleh orang Normandia sebagai penyelamat. Melus, berasal dari Lombard-Arabi, digambarkan sebagai Ismail dalam sulaman emas "Sternenmantel", yang diberikan kaisar Jerman Henry II.
Setelah Aghlabids dikalahkan di Ifriqiya, Sisilia jatuh pada abad ke-10 kepada pengganti Bani Fatimiyah mereka, namun mengklaim kemerdekaan setelah pertempuran antara Islam Sunni dan Islam Syi'ah dibawah Kalbids.
Setelah mereka menguasai kekaisaran Visigoth di Spanyol, bangsa Arab dan Barbar 729-765 dari Septimania dan Narbonne melakukan pengepungan di Italia utara, dan tahun 793 menyerbu lagi Perancis selatan (Nice 813, 859 dan 880). Tahun 888 Muslim Andalusia mengubah pasukan baru di Fraxinet dekat Frejus di Provinsi Perancis, dari mana mereka mengawali pengepungan sepanjang pesisir dan di dalam Perancis.
Tahun 915, setelah Pertempuran Garigliano, bangsa Muslim kehilangan pasukan mereka di selatan Lazio. Tahun 926 Raja Hugh dari Italia memerintah bangsa Arab untuk bertempur mempertahankan Italia utara yang direbut miliknya. Tahun 934 dan 935 Genua dan La Spezia diserang, diikuti oleh Nice pada tahun 942. Di Piedmont, bangsa Muslim menempuh sejauh Asti dan Novi, yang bergerak ke utara sepanjang lembah Rhône dan bagian barat Alps. Setelah kekalahan Pasukan Burgundy, Tahun 942-964 mereka menguasai Savoy dan menduduki sebagian Switzerland (952-960). Kota Swiss seperti Saratz tetap menggunakan lambang keberadaan Arab di wilayah itu. Untuk melawan bangsa Arab, Kaisar Berengar I, sainggan Hugh, memerintah bangsa Hungaria, di mana dalam pergerakannya, mereka menghancurkan utara Italia. Di bawah tekanan Raja Jerman, Fraxinet harus menyerah pada tahun 972, namun tiga puluh tahun kemudian, pada tahun 1002, Genoa diserbu, dan pada tahun 1004 Pisa.
Pisa dan Genoa bergabung untuk mengakhiri aturan Muslim hingga Corsica (Islam 810/850-930/1020) dan Sardinia. Sejak 1015 Sardinia dilindungi oleh armada Emir Andalusia Dénia di Spanyol, yang dikalahkan oleh persatuan bangsa Italia tahun 1016 dan kemudian setelah invasinya tahun 1022. Hanya pada tahun 1027 bangsa Italia berhasil dalam mengalahkan Muslim Sardinia; pergolakan Muslim terakhir berakhir tahun 1050.
Sisilia di Bawah Normandia

Budaya dan perekonomian di Sisilia yang berawal di bawah Kalbid terhambat oleh pertempuran dalam, yang diikuti dengan intervensi, tahun 1027, oleh Zirids Tunisia, dan oleh Pisa (1030-1035) dan Byzantium. Sisilia Timur (Messina, Syracuse dan Taormina) dikuasai oleh Byzantium tahun 1038-1042. Tahun 1059 kemudian bangsa Normandia dari Italia selatan, dipimpin oleh Roger I, bergabung dalam pertempuran. Bangsa Normandia menduduki Reggio pada tahun 1060 (tahun 1027 merebut dari Arab oleh Byzantium). Tahun 1061 Messina jatuh ke tangan Normandia sebuah invasi oleh Hammadid Algeria untuk memelihara peraturan Islam yang terhambat pada tahun 1063 oleh armada Genoa dan Pisa. Kekalahan Palermo tahun 1072 dan Syracuse tahun 1088 tidak dapat dicegah. Noto dan pertahanan Muslim terakhir di Sisilia jatuh pada tahun 1091. Tahun 1090-91 bangsa Normandia juga menduduki Malta Pantelleria jatuh pada tahun 1123.
Keadaan Kaum Muslim Pada Masa Pemerintahan Raja Roger I dan II
Raja Roger I memberi perhatian dan penjagaan terhadap kaum muslim. Bahkan Roger I ini membuat mata uang yang mengandung beberapa simbol Islam. Ketika Roger II juga tidak ada bedanya. Hal yang menarik darinya adalah dia berpakaian layaknya seorang muslim, dan para pengkritiknya menyebutnya “Raja Setenga-matang”. Jubahnya dihiasi karakter-karakter Arab. Dimasa kekuasaannya, dia membuat kapel yang dibangun di ibu kota Negara memiliki atap yang ditutupi lukisan-lukisan bergaya Fatimiyah dan kaligrafi-kaligarfi bergaya Kufi. ‘Sejumlah benda-benda seni terbuat yang terbuat dari gading, termasuk kotak hiasan dan krosir yang saat ini bisa dilihat di Museo Cristiao di Vatikan dan Musium lainnya, merupakan hasil tangan-tangan kreatif perajin Sisilia-Arab-Kristen pada periode ini’(Hitti,2010:775-776).
Roger II yang menjadi tuan rumah di wilayahnya, bersama yang lain, geografer terkenal Muhammad al-Idrisi dan penyair Muhammad bin Zafar. Saat pertama, umat Muslim bertoleransi dengan bangsa Normandia, namun kemudian tekanan dari Paus menjadikan diskriminasi terhadap mereka meningkat banyak masjid dihancurkan atau dijadikan gereja. Normandia Sisilia pertama tidak ambil bagian dalam Perang Salib, namun mereka segera melakukan sejumlah invasi dan pemberontakan di Ifriqiya, sebelum mereka dikalahkan di sana setelah tahun 1157 oleh Almohad.
Keadaan Kaum Muslim Pada Masa Pemerintahan Raja William II

Raja William II mempelajari bahasa Arab dan memilih para penasihat dari para muslim. Pada masanya ini beberapa wanita Kristen yang mengenakan pakain muslim. William II, memahami bahasa Arab dan bahasa Latin dengan baik. Ia menerjemahkan ke dalam bahasa latin buku optice dari bahasa Arab karya ilmuwan-filosof Yunani Ptolemius. Edisi buku asli buku itu yang berbahasa Yunani sudah hilang. Ia juga membantu menerjemahkan kedalam bahasa Yunani kisah fable berbahasa Arab Kalilah wah Dimnah. William tiak hanya menyokong proyek-proyek penerjemahan dari bahasa Arab, ia juga mendorong para penerjemah utnuk menerjemahkan langsung dari bahasa Yunani’ (Hitti,2010:781).
Kehidupan tenang bersama di Sisilia akhirnya berakhir dengan kematian Raja William II tahun 1189. Orang Muslim terpilih bermigrasi saat itu. Pengetahuan medis mereka dipertahankan di Schola Medica Salernitana; simbiosis Arabi-Byzantium-Normandia dalam seni dan arsitektur diabadikan sebagai Gaya Arsitektur Roma Sisilia. Pelarian Muslim yang tersisa, menjadi contoh Caltagirone di Sisilia, atau bersembunyi dalam gunung dan lanjutan penentangan terhadap Dinasti Hohenstaufen, yang mengatur pulau dari tahun 1194. Dalam tanah kebanggaan pulau, Muslim dilafalkan oleh Ibnu Abbad, Emir Sisilia terakhir.
Keadaan Kaum Muslim Pada Masa Pemerintahan Raja Frederick II

Untuk mengakhiri pergolakan ini, kaisar Frederick II, pengikut Perang Salib, manghasut kebijakan "pembersihan" etnis dan agama, berkaitan dengan tekanan Papal namun juga dalam perintah untuk menjadikan kemampuan pasukan loyal yang tidak dapat terpengaruh oleh saingan Kristen (baron lokal dan raja asing, seperti Paus). Tahun 1224-1239 dia mendeportasi 20.000-30.000 Muslim dari Sisilia menuju koloni di bawah kendali militer di Lucera di Apulia, kira-kira 20 kilometer barat laut Foggia dan 150 kilometer barat laut Bari. Dia menjadikan koloni otonomi dan mendukung mereka, dengan demikian membantu kebudayaan Muslim di Italia untuk terakhir kalinya. Tahun 1249 dia menolak Muslim dari Malta. Frederick memiliki pasukan pengaman Muslim, berbahasa Arab dan mengenakan Mantel Penobatan yang dibuat oleh penjahit Arab, menyebabkan paus membuangnya sebagai "Sultan Lucera".
Pada masa kekuasaan Raja Frederick II, beliau membuat sekolah syair Arab yang juga mengajarakan bahasa Arab. Di sekolah tersebut ditugasakan  beberapa orang ulama muslim untuk mengajar. Mereka juga terdiri dari pakar geografi, astronomi, dan Sastra Arab. Raja Fredrik II (1194-1250 M) seorang pewaris kerajaan Sisilia juga amat terpengaruh dengan budayan Arab. Karena perilakunya ini maka gereja mengeluarkan keputusan untuk mengasingkannya selama dua kali dalam kehidupannya. Raja ini berhasil memajukan sekolah Salono. Berikutnya ia juga mendirikan universitas Napoli yang dalam waktu cepat segera berubah menjadi universitas untuk mentransfer ilmu-ilmu Arab dan Islam ke Eropa (Khadhar,2005: 53). Jadi pada masa Fredrik banyak sekali menerjemahkan buku-buku penting seperti lebih dari 300 buku dalam bidang kedokteran. Pada masa itu juga berbagai karya dan produk berharga yang menunjukkan aktivitas rasio yang menakjubkan.
Dalam kebiasaan pribadi dan kehidupan resminya, Frederik, yang memiliki seorang Harem, menampakkan ciri-ciri ketimuran. Di dalam istananya terdapat beberapa filosof dari Suriah dan Baghdad, yang berjanggut panjang dan jubah menjuntai, gadis-gadis penari dari timur, serta beberapa yahudi dari timur dan barat. Kesenangannya pada dunia Islam ia pelihara dengan menjalin hubungan-hubungan politik dan dagang, khususnya dengan sultan-sultan dari dinasti Ayyubiyah di Mesir.
Saat kematian Frederick, menurut dugaan 60.000 Muslim tinggal di Lucera. Setelah kejatuhan Hohenstaufen dalam Pertempuran Benevento (1266), Muslim bertempur berdampingan dengan Staufer Sisilia, dan pengikut Perang Salib yang kalah pada tahun 1291. Lucera akhirnya dapat dikalahkan tahun 1300 karena hasutan Paus oleh Raja Charles II dari Naples. Populasi Muslim, yang berjumlah kira-kira 100.000, dibunuh dan diperbudak.
Apulia termasuk dalam Kerajaan Naples dan berdiri di bawah peraturan Spanyol sejak pertengahan abad ke-15. Orang Spanyol telah memulai serangan terakhir dalam pendudukan Granada tahun 1481. Tumpuan Islam terakhir di Spanyol menyebabkan keputusasaan untuk dapat membantu semua negara Islam Mediterania.
Kekaisaran Ottoman, pada tahun 1453 di bawah Sultan Mehmed II telah menduduki Konstantinopel dan Galata, tahun 1475 tumpuan terakhir Genuas diLaut Hitam dan tahun 1479 Koloni Venetian Euboea di Yunani, tahun 1480 menyelesaikan serangan pengalih keraguan di teritorial Spanyol di Italia selatan, setelah tahun 1479 pasukan Turki telah memasuki Friuli di Italia utara (dan kemudian 1499-1503). Kota pelabuhan Apulia dari Otranto, berlokasi sekitar 100 kilometer tenggara Brindisi, dikuasai dan diubah untuk digunakan sebagai kepala jembatan bangsa Turks, namun diserahkan lagi tahun 1481, ketika Mehmed meninggal dan Konstantinopel menyaksikan peperangan untuk takhta.
Cem, orang yang mendapat takhta Ottoman, dikalahkan di samping dukungan paus dia melarikan diri dengan keluarganya Kerajaan Naples, di mana keturunan laki-lakinya dianugerahkan dengan sebutan Principe de Sayd oleh Paus tahun 1492. Mereka tinggal di Naples hingga abad ke-17 dan di Sisilia hingga 1668 sebelum merelokasi ke Malta.
Hal ini menjadi perdebatan jika Otranto bermaksud untuk menjadikan pasukan dalam pertempuran berikutnya. Sultan Ottoman tidak pernah menyerahkan ambisi mereka untuk mengakhiri Kristen di Roma dan menerapkan kedaulatan Islam.
Setelah pendudukan Ragusa (Dubrovnik) dan Hungaria tahun 1526 dan kekalahan pasukan Turki di Vienna tahun 1529, pasukan Turki menyerang kembali Italia selatan. Tahun 1512/1526 Ottoman menduduki Reggio dan tahun 1537 bagian Calabria dan pada tahun 1538 mengalahkan Pasukan Venesia. Tahun 1539 Nice dikepung oleh bangsa Barbaria (Pengepungan Nice), namun percobaan penguasaan Turki di Sisilia gagal, seperti percobaan pendudukan Pantelleria tahun 1553 dan pengepungan Malta tahun 1565.
Kembalinya Umat Muslim Ke Italia

Invasi Islam pun dilakukan kembali ke negara itu, namun bukan lewat peperangan. Tetapi lewat para pekerja, pedagang dan pelajar yang membawa Syiar Islam. Sebagian besar dari mereka adalah imigran dari Afrika utara, Albania, Bosnia, Turki, Arab dan dari negara Islam lainnya. Kebanyakan mereka tinggal di pulau Sisilia, Roma, Milan, Turin dan kota-kota besar lainnya. Bahkan Gelombang imigran muslim pun terus bertambah dan mereka berbaur dengan masyarakat setempat.
Masjid dan Musholla bertumbuhan, organisasi Islam bermunculan dengan sekolah Islam dan toko makanan halal mulai banyak berdiri. Jumlah Masjid bertambah dari 16 menjadi 400 buah lebih hanya dalam jangka waktu 16 tahun. Syiar Islam pun menyebar dengan pesat. Bahkan berdiri masjid yang megah, Masjid Agung Roma, atau yang biasa disebut “Grande Moschea Masjid”. 
Masjid ini menjadi simbol toleransi keberagamaan di Italia. Letaknya di Basilica, Santo Paulus Roma, persisi bersebelahan dengan Vatikan dan Sinagog Yahudi. Berdiri di atas lahan seluas 30 ribu meter persegi, masjid yang menjadi kebanggaan umat Islam Italia bahkan dunia ini mampu menampung sekitar 40.000 jama’ah. Lebih mengangumkan lagi, masjid ini merupakan masjid terbesar di daratan Eropa. Keberadaan masjid di tengah kota Roma itu tak terlepas dari jasa almarhum Raja Faisal bin Abdul Aziz Al-Saud, pemimpin Arab Saudi, yang meminta kepada Presiden Giovanni Leone, yang menjabat presiden Republik Italia ke-6 sejak tahun 1971-1978, untuk membangun masjid bagi umat Islam Roma.
Masjid Agung Roma disebut sebagai masjid terindah di Eropa. Dari kawasan Lembah Tiber, masjid itu tampak menjulang tinggi menyaingi Montenne Mountain, sebuah bukit yang sangat subur di utara kota Roma. Arsitek terkenal Italia, Paolo Portoghesi, dipercaya mendesain masjid ini setelah menyisihkan 40 arsitek lainnya, bersama arsitek Avio Mattiozzi pada tahun 1975. Portoghesi juga dosen sejarah arsitek di Universitas Roma. 
Hanya dalam beberapa tahun saja jumlah pemeluk Islam di Italia meningkat sampai dua kali lipat. Sangat mengejutkan karena ternyata Islam dapat tumbuh dengan sangat pesat di negara yang sangat Katolik ini. Dan sekarang Islam adalah agama terbesar kedua di Italia.

Perkembangan Islam Di Rusia

A.    Masuknya Islam Ke Rusia
Islam masuk ke Rusia pada pada tahun 992 Masehi, ketika sekelompok etnis Rusia yang hidup di Siberia, yang disebut Bulgar, memeluknya dan kemudian menyebarkannya ke seluruh Rusia. Diperkirakan jumlah Muslim di Rusia sekarang lebih dari 30 juta orang, meskipun statistik sejak setengah abad lalu mengatakan jumlah kaum muslimin tidak melebihi 20 juta orang. Bahkan, ada beberapa republik dalam Federasi Rusia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Tatarstan, Chechnya, Bashkortostan, Dagestan, Ingushetia, Kabardino-Balkaria, Karachay-Cherkessia, dan lain-lain. Jumlah Muslim di ibu kota Moskow sekarang lebih dari satu juta orang, dan mereka menderita masalah yang secara umum dialami oleh masyarakat Rusia, terutama masalah ekonomi.
Kaum Muslimin Rusia terbagi dalam 14 wilayah administratif, terletak di dua wilayah geografis politis Rusia yang sangat rawan konflik. Enam republik dan satu wilayah administratif berada di Rusia tengah, berbatasan dengan Kazakhstan; dan tujuh republik lain di Kaukasus Utara berbatasan dengan Georgia, Azerbaijan, Armenia, Turki dan Iran.
Menurut United States Department of State, terdapat sekitar 21-28 juta jumlah penduduk  Muslim di Rusia, sekurang-kurangnya 15-20 persen dari 142 juta jumlah penduduk negara ini dan membentukkan agama minoritas yang terbesar. Masyarakat besar Islam dikonsentrasikan di antara warga negara minoritas yang tinggal di antara Laut Hitam dan Laut KaspiaAvarAdygheBalkarNogaiOrang ChechnyaCircassianIngushKabardinKarachay, dan banyak bilangan warga negara Dagestan. Di Volga Basin tengah ada penduduk besarTatar dan Bashkir, kebanyakan mereka Muslim. Banyak Muslim juga tinggal di Perm Krai dan UlyanovskSamaraNizhny NovgorodMoscowTyumen, dan Leningrad Oblast (kebanyakannya kaum Tatar).
Siapakah Muslim Rusia?
Muslim Rusia adalah bagian dari Muslim Soviet Rusia, terdiri dari kelompok yang heterogen, mereka sama sekali berbeda dalam etnis, bahasa dan budaya bahkan mereka berbeda dalam interaksinya dengan Islam. Dan etnis yang beragam ini kemudian disertai dengan keanekaragaman bahasa, dan masing-masing bahasa memiliki dialek yang banyak. Bahasa Arab diajarkan di sekolah Dasar dan madrasah-madrasah, tujuan utamanya adalah untuk membaca Al-Qur’an dan memahami artinya. Mereka tidak bisa menulis dan berbicara bahasa Arab, kecuali orang-orang yang telah mendapatkan pendidikan tinggi. Sama halnya dengan bahasa Persia, yang merupakan kunci lain untuk mengakses ilmu-ilmu Islam. Pada awal-awal abad ini, bahasa Rusia menjadi “bahasa pemahaman” antara masyarakat Uni Soviet.
Kemudian secara luas, umat Islam di Uni Soviet terkonsentrasi -walaupun tidak menyeluruh- di Asia Tengah, yaitu di daerah yang dibatasi oleh Laut Kaspia di barat, Cina di timur, Turki, Iran dan Afganistan di selatan. Masing-masing bersebelahan dengan Pakistan dan India, akan tetapi ini bukan fakta, karena lebih dari separuh Muslim di Uni Soviet sudah tinggal di daerah Asia Tengah. Sisanya menyebar di seluruh wilayah Uni Soviet, terutama di Rusia. Di Rusia, ada lima republik otonom Muslim yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yaitu Republik Tatarstan, Republik Dagestan, Republik Bashkiria (Bashkortostan), Republik Kabardino-Balkaria dan Republik Chechnya, ditambah umat Islam yang ada di republik lain dengan penduduk mayoritas Kristen, seperti Republik Ossetia Utara, Republik Mari El, Republik Udmurtia, juga di republik lain dimana umat Islam menjadi warga negaranya atau membentuk komunitas Islam.
Penyebaran Islam di Rusia
Islam masuk ke Rusia dibawa para pedagang Muslim Arab dari wilayah Kaukasus dan tiba di Moskow dari utara bukan dari selatan seperti yang diduga beberapa sejarawan, mereka berpendapat bahwa Islam datang ke Moskow dari selatan, sebagai jalan paling mudah untuk gerakan kafilah pedagang. Sebab, suku-suku Cossack Rusia yang telatih untuk berperang, telah berdiri menentang penyebaran Dakwah Islam dan pengaruh Islam yang merayap menuju jantung Rusia.
Hal itu kemudian memaksa para pedagang Muslim dan para da’i untuk melintasi stepa Asia Tengah menuju Siberia, dengan bantuan kaum Tatar yang telah masuk Islam dan mendapat petunjuk kepada agama yang haq sejak abad kesembilan Masehi di Kerajaan mereka, Kerajaan Volga Bulgaria Timur, yang sekarang menjadi tanah air mereka. Daerah ini sebagian besar telah memeluk Islam pada abad kesepuluh, dan pada abad 11 dan 12, Islam menyebar di wilayah Ural, yang sekarang bernama Republik Bashkiria (Bashkortostan). Berkat para pedagang Muslim dari Arab, Iran dan Turki Islam kemudian menyebar ke berbagai bagian lain wilayah Rusia.Kaum Muslim saat ini, telah menjadi kekuatan baru di sekitar Rusia, dari Siberia di sebelah utara dan timur laut ke arah selatan.
Islam tiba di Moskow sekitar tahun 1200 Masehi, ketika itu, ibukota kerajaan Muslim ada di kota Kazan. Saat itu, Moskow membayar pajak kepada Kazan. Kazan tetap menjadi ibukota kaum muslimin sampai tahun 1552, ketika Tsar Rusia Ivan The Terrible berhasil menduduki dan menghancurkan Kazan, membakar masjid, memindahkan qubah-qubah indah ke Kremlin Moskow dan Red Square, yang masih ada sampai hari ini. Kemudian ia menduduki kota Astrakhan pada tahun 1556, Siberia Barat tahun 1598, dan pada akhir abad keenam belas tiba di daerah-daerah Muslim di Kabordino dan Chechnya. Sejak saat itu, Rusia memulai peperangan mereka melawan kaum muslimin, mereka melarang kaum muslimin melakukan praktek keagamaan dan memaksa mereka untuk mengikuti kebiasaan dan tradisi Rusia. Semua itu dilakukan dalam rangka me-rusia-kan kaum muslimin, jika tidak dikatakan: mengkristenkan mereka. Mereka memperlakukan kaum muslimin dengan kejam, menimpakan berbagai siksaan, merampas kekayaan mereka dan memperkenalkan undang-undang hukuman untuk memaksa penduduk setempat agar menolak agama Islam. Akan tetapi, mereka tidak berhasil dalam proyek ini.
Mayoritas Muslim tetap mengikuti agama mereka, kekejaman Rusia tidak mampu menghentikan penyebaran Islam. Dan sungguh sebuah paradoks yang aneh, sebaliknya Islam mencapai kemajuan baru di paruh kedua abad 18, pada masa pemerintahan Ratu Rusia, Catherine II, dengan berubahnya kebijakan Rusia terhadap umat Islam yang hidup dalam perbatasannya. Saat itu, kaum muslimin mencicipi kebebasan. Pada tahun 1764, propaganda toleransi beragama menguat, dan pada tahun 1767 pengusiran penduduk Tatar dari kota mereka, yaitu Kazan, dicabut pemerintah. Pemerintahan menuju tahap baru pada tahun 1773 dengan memberikan Tatar Volga kebebasan beragama, hak untuk membangun masjid dan sekolah Al-Quran. Pedagang Volga kemudian menjadi mediator yang sangat baik antara Tsar Rusia dan Asia Tengah. Mereka juga bertindak sebagai da’i dan muballigh, membangun masjid, sekolah dan membawa Islam kepada orang-orang yang masih semi-politheis di Bashkiria dan Siberia Barat.
Kebijakan Tsar Rusia ini bukan didasari karena kecintaan terhadap umat Islam, tetapi kebijakan yang didorong kepentingan Rusia untuk memperluas pengaruh dan kontrol atas daerah tetangga, karena ia menyadari kemungkinan untuk memanfaatkan masyarakat Muslim yang berada di Rusia, sehingga kehadiran Rusia di Asia Tengah dapat diterima bahkan diinginkan di wilayah itu. Hal itulah yang mendorong para penguasa Rusia untuk memperhatikan kekuatan politik umat Islam yang tinggal di Tsar Rusia pada saat itu, pemerintah mulai mencoba untuk mendapatkan dukungan mereka, didirikanlah lembaga sebagai pusat Fatwa di Renburg (kemudian pindah ke Ufa) pada 1788. Setelah itu, dibentuk tiga lembaga lain untuk Penerbitan Fatwa dalam abad berikutnya, satu lembaga pada 1831, dan dua lainnya pada tahun 1872. Lembaga-lembaga ini sejenis hai’ah ulama (institusi ulama), yang ada di pemerintahan Utsmani. Lembaga ini memiliki wewenang dalam beberapa aspek hukum perdata, bertanggung jawab atas kaderisasi ulama, pemeliharaan Wakaf dan publikasi buku-buku keagamaan yang tidak dibolehkan terbit sebelum tahun 1800.
Setelah lima tahun berlalu, tepatnya pada tahun 1806, sekitar 26.000 buku dicetak, termasuk 1500 salinan al-Qur`an, publikasi ini semakin meningkat ketika kaum muslimin diizinkan menggunakan mesin cetak di pertengahan abad itu. Saat itu, para ulama dan agamawan diwajibkan untuk mendaftar secara resmi, sehingga dari sudut pandang pemerintah, mereka dianggap sebagai perwakilan Islam yang diakui dan berada di bawah kontrol Kekaisaran Rusia. Sebagai imbalannya, mereka menikmati berbagai keuntungan, termasuk pembebasan pajak dan dinas militer, dan anak-anak mereka menikmati hak-hak yang dinikmati oleh anak-anak bangsawan. Namun di sisi lain, mereka memperlihatkan loyalitas kepada pemerintah, meskpun secara formalitas. Demikianlah karakter lembaga Islam dan dampaknya di kalangan umat Islam pada era kekaisaran, sampai meletusnya kebebasan beragama di Rusia pada tahun 1905, sebuah kesempatan bagi Islam memulai sebuah fase baru, dan situasi ini berlanjut hingga sekitar dua puluh tahun.
Masjid Qolşärif - Masjid di Kazan, Rusia.
Islam di Bawah Kekuasaan Komunis
Ketika Perang Dunia Pertama pecah, kaum Muslimin berhasil menduduki posisi yang terhormat di kekaisaran Rusia, atas apa yang telah mereka persembahkan dalam perang untuk kepentingan negara mereka. Akan tetapi, kondisi ini segera berubah setelah komunis mengkudeta pemerintahan. Kondisi umat Islam sangat berbeda dengan kondisi pada akhir era Kekaisaran Rusia. Para penguasa Komunis Soviet berbeda sikap, karena tujuan utama komunis adalah untuk memberantas agama dalam segala bentuknya, yang dianggap sebagai “candu masyarakat”, menurut istilah salah seorang pemimpin mereka.
Dimulailah serangkaian panjang penindasan agama, penerapan langkah-langkah memusuhi Islam, dan dapat dikatakan bahwa selama era Soviet, Islam telah menelan berbagai bentuk permusuhan Komunis terhadap agama secara umum; masjid berubah menjadi toko-toko, kafe, kursus tari dan bioskop, padahal pada tahun 1912, di Rusia saja, kaum muslimin memiliki lebih dari 26.000 masjid, dan pada tahun 1941 tidak ada masjid yang tersisa kecuali sekitar 1.000 saja, pengadilan syariah sepenuhnya ditutup pada tahun 1927 dan sistem wakaf dihapus pada tahun 1930. Sementara tulisan Arab dihapus pada tahun yang sama, sekolah agama ditutup, institusi ulama dibubarkan dan banyak dari mereka yang kemudian dieksekusi. Kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk melakukan haji, sistem pemeliharaan babi secara kolektif mulai diberlakukan di tanah-tanah kaum muslimin, publikasi literatur agama dicekal, ibadah puasa menjadi hal yang hampir mustahil, upacara keagamaan dan peringatan peristiwa bersejarah dalam Islam dilarang dalam bentuk apapun.
Partai Komunis di Rusia melihat Islam sebagai kekuatan yang bersebrangan, agama dan iman adalah hambatan menuju komunisme, dan dia harus cepat-cepat bekerja untuk menghancurkan dengan propaganda dan informasi yang bersebrangan, bahkan, jika diperlukan, bisa juga menggunakan jalur administrasi dan kepolisian. Dengan cara itulah para pemimpin Bolshevik melihat Islam sejak awal masa kekuasaannya, sebuah posisi yang disokong oleh Lenin, seorang musuh abadi bagi agama. Serangan Komunis terhadap agama Islam membentang sejak tahun 1928 sampai deklarasi Perang Dunia II. Serangan fisik ini diiringi dengan berbagai propaganda yang sangat anti Islam, bahkan kemudian terkoordinasikan sehingga mencapai dampak maksimal, digawangi oleh aktivis serikat pekerja anti Tuhan “Sans-Dieu”, yang didirikan pada tahun 1925, serta berbagai media dan organisasi negara serta lembaga pemerintah komunis.
Perlu juga untuk disebutkan di sini beberapa kutipan dari Ensiklopedia Mini Soviet dalam Volume IV halaman 879-880, pada subjek “Islam”, yang menjelaskan posisi resmi pemerintah Rusia terhadap agama Islam, seperti: “Islam pada masa kekaisaran Rusia Tsar memiliki kedudukan yang tinggi dan dipergunakan sebagai alat oleh kaum kapitalis. Setelah Revolusi Oktober, Islam kemudian memegang bendera anti-revolusioner. Dan sebagai efek dari pembangunan sosialisme dan pertumbuhan ateisme, bangsa ini harus dibebaskan dari penindasan Islam yang telah mengkronis, yang menjadi ideologi orang kaya dan musuh revolusi.”
Dalam ensiklopedia utama Soviet “Ensiklopedia Bolshevik” edisi kedua Volume XVIII halaman 516-519, pada subjek “Islam”, “Islam, seperti semua agama lainnya, selalu memainkan peran oposisi, karena merupakan alat penganiayaan secara spiritual kelas pekerja lokal, dieksploitasi oleh para penjajah asing dari masyarakat Timur Tengah…
Musuh-musuh internal revolusi dan kaum imperialis asing menggunakan Islam untuk memerangi negara Rusia Soviet setelah kemenangan komunis pada Revolusi Oktober, sepanjang perang saudara dan intervensi asing… Demikian pula pihak-pihak lain mencoba mendapatkan keuntungan dari Islam. karena itu, sosialisme terus berupaya memeranginya sepanjang era konstruksi di Rusia. Saat itu, ulama Muslim memimpin perjuangan kelas melawan legislasi Soviet dalam bidang keluarga, pernikahan, dan memperjuangkan pembebasan perempuan dan membela hak mengenakan jilbab.
Selain itu, mereka menggunakan semua propaganda media terhadap agama Islam, yang disirkan melalui radio dan film anti agama, termasuk banyak film yang mengejek Muslim di Rusia, membuat olok-olok agama mereka dan menunjukkan bahwa Islam adalah penyebab kebekuan pikiran, keterbelakangan dan penderitaan. Film itu juga memperlihatkan berbagai ritual secara histeris, sehingga menjadi bahan tertawaan dan ejekan yang parah, seperti tata cara wudhu, shalat, haji dan lain-lain.
Umat Islam terus menanggung semua penidasan mulai dari terorisme, pengintaian dan pelecehan, sampai pada Perang Dunia II, dimana terjalin kesepakatan antara pemerintah Rusia dan institusi Islam, keadaan ini terus berlanjut selama era Stalinis pasca perang. Pada bulan Juli 1942, Mufti Rusia dan Eropa, Abdul Rahman Rasulaev, menjalin hubungan dengan Stalin, menguatkan kesepakatan dan berjanji bahwa Muslim akan mendukung upaya perang dan itulah yang terjadi. Dengan demikian, berhentilah propaganda anti-Islam secara relatif, demikian pula penderitaan dan teror sedikit mereda, Negara dengan Islam berhubungan secara resmi melalui bimbingan negara, terutama setelah pembentukan banyak lembaga Islam. Situasi ini terus berlanjut sampai kematian Stalin, dan ini adalah periode yang melegakan bagi kaum muslim Rusia.
Kemudian pada era Khrushchev, prinsip “back to Lenin” mengakhiri era rekonsiliasi. Ia meluncurkan propaganda baru melawan Islam, yang berlangsung dari tahun 1954 sampai tahun 1964. Pada masa itu, sebagian besar masjid yang tadinya terbuka untuk ibadah dan tempat-tempat ziarah dan kunjungan ditutup. Ia juga meluncurkan siaran pers, radio, televisi dan bioskop dan kampanye yang sangat intens menyerang agama.
Setelah era Khrushchev jatuh, hubungan antara pemerintah dan umat Islam memasuki fase baru, dimana serangan terhadap agama Islam sedikit mengendor, dan propaganda memusuhi Islam mengambil karakter baru yang lebih beraroma ilmiah, pemerintah meyakinkan bahwa serangan terhadap agama dan ulama adalah tidak begitu membuahkan hasil, karena itu, serangan melawan Islam dilahirkan ke dalam tataran ideologis sesuai dengan ideologi Marxisme – Leninisme yang pada dasarnya anti agama, karena itu, Partai Komunis tidak bisa terus bersikap netral terhadap Islam.
Perbedaan antara era Leninis, Stalinis dan era lain berikutnya hanyalah dalam metode yang digunakan oleh pemerintah Rusia untuk mempercepat penghapusan agama dan menghancurkannya. Akan tetapi, meskipun berbagai upaya sudah dilakukan melalui propaganda media, tekanan dan teror, pemerintah Rusia tetap tidak puas dengan hasil yang dicapai dari berbagai upaya ini, dan mengumumkan kegagalan propaganda dan media diarahkan terhadap Islam. Bahkan, sebaliknya, serangan yang ditujukan terhadap Islam memunculkan fenomena lain. Sebagai contoh kami kemukakan sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1978 di Republik Chechnya, Rusia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hanya 20 % dari rakyat Chechnya saja yang terpengaruh propaganda media yang memusuhi Islam, sedangkan 80 % dari populasi mereka yang tersisa justru bersikap antipati terhadap propaganda anti agama, atau bersikap acuh tak acuh.
Pusat Keislaman dan Lembaga Keagamaan di Rusia pada Periode ini
Sebelum runtuhnya Uni Soviet, ada empat lembaga keagamaan yang didirikan pasca Perang Dunia II untuk menggantikan peran Mufti, yang telah ada pada masa Kekaisaran Rusia. Dua departemen ini berlokasi di Rusia, sedangkan dua lainnya di Uzbekistan dan Azerbaijan.
Dalam hal ini, yang terpenting adalah dua lembaga keagamaan yang ada di Rusia, dimana keduanya dianggap sebagai pemandu urusan umat Islam sesuai dengan kebijakan Soviet, keduanya tidak memiliki tugas, selain memantau situasi umat Islam dan pergerakan mereka, dan mengatur urusan mereka sesuai dengan strategi pemerintah pusat Uni Soviet. Adapun publikasi pemikiran dan budaya Islam serta memperkuat ikatan iman di antara umat Islam adalah sesuatu yang tidak diceritakan. Lembaga ini menggambarkan beberapa hal berikut:
1. Manajemen aspek spiritual kaum Muslim Rusia Eropa dan Siberia: Lembaga ini berpusat di Ufa (ibukota Republik Bashkiria, Rusia), dengan Tatar sebagai bahasa kerja dan daerah kerjanya meliputi republik administrasi Tatarstan dan Bashkiria serta seluruh komunitas Muslim di seluruh koloni Siberia, Rusia Timur yang ikut di bawah pemerintahan Uni Soviet.
Perlu disebutkan bahwa lembaga ini menjadi lembaga penerbitan Fatwa di era Kekaisaran Rusia, dengan Ufa sebagai pusatnya. Meskipun aktivitas lembaga ini telah berhenti setelah revolusi komunis, akan tetapi mulai aktif lagi pada era Stalin, dan Abdul Rahman Rasulaev bekerja keras membujuk Stalin untuk meredakan tekanan pada kaum muslim pada saat itu.
2. Manajemen spiritual umat Islam di Kaukasus Utara dan Dagestan: Pusat administrasinya di ibukota Makachkala Republik Dagestan, dan bahasa Arab adalah bahasa perkantoran. Bahasa Arab adalah bahasa sastra wilayah ini sejak ditaklukkan bangsa Arab pada abad kedelapan Hijriyah. Otoritas lembaga ini membentang meliputi semua daerah di Kaukasus Utara, Republik Dagestan, Balkaria, Chechnya dan Ingushetia, dan kaum Muslimin di Republik Ossetia Utara, daerah otonom Adag, Carachai dan Circassians.
Peta pembagian wilayah administrasi di russia
“Muslim di Rusia menghadapi berbagai serangan secara tidak adil melalui media massa resmi yang beroperasi dan dijalankan pihak-pihak yang mencurigakan, tangan-tangan Barat pun turut berkonspirasi guna melemahkan peran Islam di negara ini.”
Muslim di Rusia Setelah Runtuhnya Uni Soviet
Masa ini, setelah runtuhnya komunisme dan terbebasnya rakyat Uni Soviet dari kungkungan ateisme dan politik anti Tuhan, kaum muslimin yang tinggal di Rusia merindukan masa-masa dahulu, mereka merindukan kembali kepada pokok-pokok Islam, dan masa-masa penyebaran Islam sebelum jatuhnya Kazan, Katedral Islam di Rusia, di tangan Ivan The Terrible. Setelah 500 tahun hidup dalam ketidakadilan, penindasan, kristenisasi dan pengkafiran, kaum Muslimin sekarang terbebaskan, dan mereka ingin membangun masa depan mereka berdasarkan Islam yang benar, jauh dari kekuasaan kaisar dan kaum ateis. Mereka menegaskan sebuah fakta penting bahwa mereka adalah kaum Muslim bangga dengan keislamannya, dan mereka memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri dan berhak untuk menikmati hak-hak mereka di negeri Islam mereka.
Sebanyak 20  juta Muslim di Rusia, memendam kerinduan dan keinginan kembalinya Islam kepada mereka, meskipun tidak pernah terucap keluar hati mereka, meski komunis selalu berupaya untuk membunuh Islam dalam pikiran, jiwa dan manifestasi kehidupan. Situasi baru ini tentu saja memerlukan lembaga-lembaga dan sentral yang mampu memecahkan masalah, memenuhi kebutuhan umat Islam, menganalisa berbagai kejadian mutakhir di Rusia dan memberikan pandangan mereka mengenai isu-isu penting bagi umat Islam. Masalah-masalah muslim Rusia secara umum begitu banyak dan membutuhkan kerjasama serta dukungan tanggung jawab setiap Muslim, terutama Negara-negara Islam.
Lembaga-lembaga Keagamaan
Kaum Muslimin Rusia meyakini bahwa penyebaran ajaran Islam adalah misi global masyarakat Muslim yang membutuhkan dukungan finansial dan moral dari semua Muslim di dunia dan pengaturan skala prioritas sesuai tuntutan situasi, hal inilah yang mendorong kaum muslimin Rusia untuk mendirikan Islamic center, dengan nama “Pusat Koordinasi Urusan Agama. Sebenarnya, pusat ini menggantikan peran lembaga keagamaan masa sebelumnya yang runtuh satu demi satu, karena tidak bisa berkompromi dengan sejarah dan gagal memimpin kebangkitan Islam yang muncul setelah pergerakan Islam kontemporer, karena mentalitas kepatuhan mereka, di mana mereka memainkan peran perogatif, mengangkat dan memecat para imam dan para pengurus lembaga pengelola urusan umat Islam sesuai keinginan mereka. Selain itu, secara langsung lembaga berada di bawah naungan negara dan mengimplementasikan kebijakan Negara terlepas dari kepentingan umat Islam.
Langkah pertama yang dilakukan pasca gerakan kebangkitan Islam adalah menyatukan umat Islam dan mengatur urusan mereka setelah runtuhnya Uni Soviet, kondisi perpecahan ini membuat umat tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Di antaranya adalah pertemuan yang dihadiri hampir 120 perwakilan masjid-masjid di Republik Bashkirstan, pusat lembaga keagamaan terdahulu, mereka sepakat untuk mendirikan insitusi agama baru untuk mengatur urusan kaum Muslim Republik ini dan tidak mengaktifkan kembali lembaga pusat keagamaan warisan Uni Soviet. Dewan yang hadir sepakat untuk mendirikan institusi independen yang tidak terkait pihak manapun, dan instutusi ini kemudian tercatat di pemerintahan, sehingga memberikan legitimasi hukum. Setelah itu, diadakan pula pertemuan serupa di masing-masing Republik Tatarstan Rusia dan sungai Volga, Pertemuan-pertemuan ini diikuti dengan berdirinya berbagai institusi baru.
Untuk menghindari efek buruk yang mungkin terjadi dan agar hasil kerja keras kaum muslimin di Rusia lebih efektif, para pemimpin institusi baru ini kemudian bersepakat untuk menyatukan semua institusi ini di bawah naungan Dewan Syura yang akan mengawasi kinerjanya dan mengkoordinir antara institusi sehingga masing-masing bisa mengambil manfaat dari pihak lain dalam berbagai bidang, saling melengkapi satu sama lain, sehingga hasil yang bisa diambil menjadi lebih luas dan komprehensif. Dan puncak upaya ini adalah dengan terbentuknya “Pusat Tertinggi Koordinasi Agung Muslim Rusia” sebagai juru bicara resmi atas nama institusi terhadap negara dan luar negeri. Pusat Koordinasi ini telah menerima lisensi dari Departemen Kehakiman di Federasi Rusia pada tahun 1994, dan telah mulai bekerja diawali dengan pemilihan kepala eksekutif oleh Dewan Syura yang terdiri dari para kepala institusi cabang.
Daerah di Rusia dengan mayoritas Muslim (hijau)
Kegiatan Pusat Koordinasi Keagamaan Muslim di Rusia:
Pusat Koordinasi bertugas untuk mengawasi dan mengatur semua lembaga keagamaan yang ada di Rusia, konsolidasi organisasi Muslim dan mengkoordinasikan kegiatan mereka di semua wilayah di bawah federal Rusia. Sejak awal berdirinya, Pusat Koordinasi bertugas untuk membantu mengadakan seminar dan konferensi masyarakat Muslim di daerah dalam rangka mengatur kondisi mereka. Jumlah masjid yang berada di bawah bimbingan Pusat Koordinasi berjumlah sekitar 300 masjid. Dan yang paling penting, Pusat koordinasi sangat memperhatikan sekolah-sekolah Islam, berupaya untuk mengembangankan dan meningkatkan kualitasnya. Pusat telah merancang sebuah studi untuk menetapkan kurikulum umum untuk semua sekolah yang mencakup 100 sekolah dengan berbagai tingkatannya. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan level kebudayaan. Di samping itu, Pusat Koordinasi juga mendirikan sekolah-sekolah khusus untuk mencetak kader imam, khatib dan guru.
Selain itu, ada pula proyek yang sedang dipersiapkan, yaitu mendirikan Central Islamic College, yang akan menerima lulusan terbaik dari sekolah menengah. Dewan Syura Pusat Koordinasi memerintahkan untuk mendirikan Islamic College untuk mengajar dan mencetak guru dan kader yang memiliki keahlian dan spesialisasi dalam mengajar, sehingga kelak, mereka bisa mengambil alih pengelolaan urusan sekolah yang semakin meningkat dan tersedia di berbagai daerah guna membina generasi Islam yang tercerahkan dan terdidik. Lokasi yang dipilih sebagai tempat Islamic College ini adalah Moskow, mengingat pentingnya kota ini sebagai ibu kota, memudahkan pengorganisasian dan perhubungan, di samping Pusat Koordinasi pun mengambil Moskow sebagai basisnya.
Di sisi lain, sebagai hasil dari upaya untuk memperluas cakupan Studi dan Penelitian Islam, di Moskow, tahun 1996-1997, diumumkan sebagai awal tahun pelajaran Pusat Studi Bahasa Arab dan Kajian Islam di Universitas Moskow, serta di Institut Peradaban Islam yang bernaung di bawah Universitas Kebudayaan Islam untuk mempelajari Al-Qur`an, Sunnah, Hadis, perbandingan agama dan dasar-dasar ilmu keislaman, di samping pengajaran bahasa Arab, Turki dan Tatar.
Adapun sikap terhadap isu-isu politik kontemporer yang berkaitan dengan umat Islam di dalam dan luar negeri, Dewan menegaskan sikapnya bahwa Muslim Rusia harus memiliki peran politik, Islam dan umat Islam di Rusia harus memiliki pertimbangan dan sikap lain. Rusia adalah negara dengan berbagai bahasa dan agama yang berbeda. Menurut politisi Rusia, Rusia adalah untuk Rusia saja, dan itu adalah negara Kristen Ortodoks, mereka lupa bahwa di Rusia terdapat sekitar dua puluh juta umat Islam yang bukan penghuni baru negara ini, akan tetapi mereka adalah penduduk asli, mereka telah menghuni tanah ini sejak zaman dahulu sampai sekarang, mereka harus menikmati hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Karena itu, Dewan kemudian mulai pergerakan politiknya dengan mendirikan komunitas politik dengan nama “Persatuan Muslim Rusia”, untuk membela kepentingan umat Islam dan membantu mengambil posisi mereka di negara ini.
Dewan ini juga memiliki sikap istimewa untuk krisis Chechnya, para pejabatnya telah mengumumkan secara terbuka pada sebuah konferensi pers di Moskow, bahwa mereka mengutuk kebijakan pemerintah Rusia di Chechnya, dewan kemudian mengeluarkan fatwa larangan memerangi kaum Muslim di Chechnya dan larangan untuk membantu tentara yang memerangi bangsa Chechnya dan tidak boleh menshalati jenazah tentara Muslim yang bergabung dengan tentara Federasi Rusia. Bahkan, Dewan mengancam pemerintah, jika militer Rusia tetap melakukan penindasan terhadap kaum Muslimin, maka Dewan akan mengeluarkan fatwa larangan berafiliasi kepada angkatan bersenjata Federasi Rusia. Keputusan dan sikap tegas ini bergema di seluruh Rusia.
Melalui keputusan politik ini, kita bisa menganalisa perbedaan besar antara sikap dan posisi lembaga sebelumnya di era komunis. Selain lembaga terdahulu tidak mampu mengelola urusan umat Islam, lembaga juga langsung berada di bawah bimbingan Negara dan staf agamawan dalam lembaga itu adalah para pegawai yang dipekerjakan pemerintah melalui komite urusan agama pada waktu itu, sehingga tidak mengherankan jika mereka kemudian mengeluarkan fatwa, selama perang Afghanistan, bahwa tentara muslim Rusia yang terbunuh dalam perang melawan Mujahidin Afghanistan adalah seorang syahid, mereka telah menjalankan kewajibannya untuk berjuang melawan musuh.
Caucasus-ethnic_en.svg
Ethno-Linguistic groups in the Caucasus region
Tantangan Masa Kini dan Masa Depan
Muslim di Rusia menghadapi berbagai serangan melalui media dan tidak adil, melalui media massa resmi yang beroperasi di negaranya yang dijalankan tangan-tangan yang mencurigakan. Selain itu, ditambah pula tangan-tangan Barat yang berkonspirasi untuk melemahkan peran Islam di Rusia secara khusus, dan di seluruh negara yang baru saja berdiri independen. Islam terus menerus diberitakan dan digambarkan surat kabar dan artikel majalah secara buruk, Islam digambarkan sebagai teroris, cenderung untuk melakukan peperangan dan tindakan kriminal. Bahkan, ada beberapa program dan film yang disiarkan melalui radio dan televisi yang secara terang-terangan menghabisi Islam dengan berbagai kecurigaan dan tuduhan palsu yang tidak adil terhadap kaum muslimin. mereka lupa bahwa Islam adalah agama perdamaian, kebudayaan dan pengetahuan, dan bahwa berkat ulama Islam-lah Barat dan Timur menuai ilmu dan pengetahuan dalam berbagai bidang dan seni hingga sampai pada taraf yang sekarang dinikmati. Selain itu, berbagai propaganda yang merugikan umat Islam banyak dilakukan untuk menjauhkan mereka dari agamanya. Semua dilakukan dari dalam, secara terorganisir dan sangat berbahaya baik dengan bahasa nasional maupun lokal, seperti bahasa Dagestan, Tatar dan Bashkir.
Misalnya, misionaris Kristen datang ke pabrik-pabrik, di sana mereka menyebarkan gagasan dan budaya mereka di antara para pekerja Muslim. Mereka bekerja keras untuk memalingkan kaum muslimin dari agama mereka dan menjauhkannya dari keyakinan yang otentik, terutama karena adanya gejala kembalinya Muslim Rusia kepada agama mereka dengan begitu cepat setelah disintegrasi Uni Soviet dan runtuhnya rezim komunis, ditandai dengan tumbuhnya berbagai gerakan keagamaan yang sangat antusias untuk kembali kepada agama dan ritual-ritualnya. Dan semangat kembali kepada agama ini tentu saja membutuhankan pengkoordinasian pendidikan dan persiapan, dan pengembangan sebuah strategi untuk melindungi umat Islam dari berbagai propaganda yang memusuhi Islam, menyebarkan budaya Islam dan memperkenalkannya kepada manusia.
Para cendekiawan dan intelektual Muslim berusaha sekuat tenaga, dengan segenap kekurangan dan kesederhanaan, dengan mencetak beberapa buku dari waktu ke waktu, menerjemahkan sejumlah buku-buku Islam ke dalam bahasa lokal, membuka pusat pembelajaran di kota-kota dan daerah pedesaan dan menekankan pentingnya peran masjid dalam membangun, mengembangkan dan mendidik kaum muslimin, serta melalui surat kabar Iman sebagai corong Pusat Koordinasi yang dipublikasikan secara bulanan.
Islam di Rusia mulai melangkah maju untuk mengambil posisinya sebagaimana di negara-negara lain, dan Islam mulai mewarnai berbagai posisi vital Rusia. Masjid yang di era sebelumnya sepi, mulai hidup kembali, suara adzan menyeru manusia untuk mendirikan shalat menggema dari berbagai menara yang menjulang tinggi sebagai pertanda lahirnya fajar baru Islam di Rusia.
Hanya saja, mereka memiliki masalah tersendiri. Banyak masjid-masjid yang belum dikembalikan fungsinya. Jika masjid di Rusia, sebelum Revolusi Oktober, berjumlah lebih dari 14 ribu masjid di berbagai daerah, maka pasca revolusi kemudian berkurang terus, hingga tersisa delapan puluh masjid saja.
Masalah lain yang dihadapi oleh umat Islam di Rusia, adalah kurangnya kader dalam jumlah yang memadai, kader yang terlatih sebagai da’i dan imam. Ini adalah sebuah persoalan yang sangat besar, beberapa masjid yang telah dikembalikan negara tidak memiliki imam dan guru untuk mengajarkan pokok ajaran agama kepada kaum muslimin dan generasi muda dan memperkenalkan mereka dengan realitas risalah Islam. Masalah ini adalah masalah yang sangat mendasar dan sangat memilukan, dan salah satu efek negatifnya, sebagian besar masjid tidak bisa mendirikan shalat Jumat.
Dalam lima tahun terakhir, berbagai upaya yang signifikan telah dilakukan untuk membangun kembali dan merekonstruksi masjid, sehingga terjadi peningkatan jumlah masjid menjadi empat ribu yang tersebar di berbagai wilayah Rusia. Jumlah itu boleh dikatakan sedikit jika dibandingkan jumlah kaum muslimin Rusia, dan juga sedikit jika dibandingkan dengan jumlah masjid pada era sebelumnya. Republik Tatarstan, misalnya, di sana hidup 4 juta kaum muslimin, akan tetapi hanya memiliki 1500 masjid, di samping sejumlah masjid kecil. Muslim republik ini masih memerlukan beberapa kali lipat jumlah masjid yang ada sekarang. Masalah lain yang juga sangat penting bagi umat Islam di Rusia, adalah ada empat sekolah bersejarah Islam, dimana administrasi dan pengelolaannya belum kembali kepada kaum muslimin.
Selain itu, masjid di kota Tomsk yang disebut “al-Abyadh”, sebuah masjid yang sangat kuno dan sangat jarang ada masjid seperti itu di Siberia, telah berubah menjadi pabrik minuman keras pada rezim komunis, dan pabrik itu masih ada di dalam masjid sampai hari ini.
Meskipun dalam hukum Rusia semua agama adalah sama, akan tetapi ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa gereja menikmati kebebasan lebih banyak dari umat Islam, masih banyak sekolah dan masjid yang belum dikembalikan pemerintah ke tangan kaum muslimin.
Sementara gereja, seluruh properti, rumah-rumah ibadah, wakaf dan lain-lain sudah dikembalikan pemerintah. Yang menyakitkan, seorang Muslim bisa melihat di kota Ufa, ibukota Republik Islam Bashkirstan, berdiri 14 gereja berbanding satu masjid saja. Sementara beberapa masjid lain di kota ini belum dikembalikan pemerintah, juga empat sekolah dan institusi Islam. Semua ini mengungkapkan dengan jelas bahwa Muslim di Rusia tidak diperlakukan sebagaimana pengikut agama-agama lain.
Meskipun pembagian kekuasaan terlihat dengan sangat jelas, hanya saja kaum muslimin berhasil membentuk lembaga-lembaga keagamaan. Setiap lembaga memiliki imam dan da’i yang menyebarkan Dakwah Islam, beberapa orang berasal dari Rusia sendiri, dan lainnya adalah da’i yang datang ke negara ini dari negara-negara Arab dan Islam.
Tujuh puluh tahun pemerintahan komunis adalah masa-masa paling berat yang dialami kaum muslimin. Mereka dibelenggu secara intelektual, sosial, dan bahkan untuk mengerjakan ritual keagamaan. Sementara sekarang, mereka sangat membutuhkan adanya orang yang akan mengajarkan mereka bagaimana tatacara wudhu, kemudian shalat dan kewajiban-kewajiban pokok lain yang diperintahkan Islam kepada para pengikutnya.
Selain itu, ada pula beberapa kelompok muslim di Rusia yang menyampaikan risalah Islam di beberapa desa dan menjelaskan prinsip-prinsip Islam serta tujuannya. Kelompok-kelompok ini juga mendistribusikan buku-buku Islam dan mendirikan kemah bagi pemuda Muslim untuk mendorong mereka menghafal Al-Qur’an sebagai upaya mengikat generasi muda dengan agama Islam.
Saat ini, di Rusia terdapat sekolah Islam di bawah pengawasan lembaga keagamaan dengan kurikulum pengenalan agama Islam. Selain itu, materi diajarkan untuk anak-anak kaum muslimin dianggap sebagai bahasa asing; bukan bahasa Inggris, Jerman atau Perancis, hal ini terjadi di sekolah-sekolah di Republik Chechnya dan Tatarstan.
Dengan demikian, mahasiswa muslim diharamkan belajar bahasa asing, bagi mereka yang ingin mempelajari ajaran agama Islam. Sementara untuk orang-orang Kristen, mereka tidak mengalami hukum yang tidak adil ini, mereka menerima ajaran-ajaran Kristen disamping itu juga mereka bisa mempelajari bahasa asing.
Pada tahun 1992, upaya umat Islam di Rusia mencapai puncaknya dengan mendirikan lembaga pusat terpadu untuk organisasi-organisasi keagamaan dan pusat-pusat Islam di seluruh Rusia yang diberi nama “Dewan Tertinggi Koordinasi Lembaga Keislaman di Rusia. “
Sejak tanggal tersebut, Dewan berfungsi untuk menyatukan upaya dan mengkoordinasikan kegiatan lembaga-lembaga Islam dan seluruh Federasi Rusia, negara-negara independen dan Negara Baltik, hingga akhirnya pada bulan April 1994 berlangung konferensi yang dihadiri sejumlah besar organisasi sosial dan profesional Islam Rusia serta hadir pula para diplomat yang mewakili pemimpin Federasi Rusia. Kemudian, Dewan Tertinggi Koordinasi, mendapat pengakuan resmi dari pemerintahan sesuai keputusan Menteri Kehakiman Federal pada tahun 1994.
Dewan Koordinasi Tertinggi terus meningkatkan kerjasama dengan organisasi-organisasi profesional, pusat sosial dan budaya Islam di Rusia sebagai persiapan bergabungnya Organisasi-organisasi ini, di antaranya adalah Forum Islam, Donasi Pembangunan Islam dan Masyarakat Muslim, Pusat Kebudayaan Islam dan lain-lain.
Tujuan dari Dewan Koordinasi Tertinggi di Rusia ini adalah menyatukan semua upaya kaum muslimin dan organisasi mereka, mengkoordinasikan kegiatan mereka di Federasi Rusia, menyebarkan agama Islam, membangun masjid dan memakmurkannya serta mengembalikan ribuan masjid dan sekolah Islam yang masih berada di bawah cengkeraman pemerintah federal.
Dewan Koordinasi juga aktif dalam penyebaran ilmu syairah, pengajaran Al-Qur’an, Fikih Islam, berkontribusi dalam pembangunan sekolah-sekolah Islam dan penerjemahan buku-buku Islam ke bahasa Rusia. Dewan Koordinasi ini juga berupaya keras membela isu-isu kaum muslimin, berbicara atas nama mereka di tingkat federal, dan menyebarkan budaya Islam dengan mendirikan seminar, kuliah serta kamp pendidikan dan pelatihan.
Dewan Tertinggi Koordinasi bertujuan memperkuat ikatan kaum muslimin di antara mereka dan pembentukan lembaga baru agama seraya memperkuat lembaga yang sudah ada. Selain itu, Dewan memberikan dukungan kepada Pusat-pusat kajian Islam baru di semua daerah untuk aktif membimbing kaum muslimin di semua bidang kehidupan dan membangun sebuah masyarakat Islami berdasarkan akidah yang lurus dan semangat persaudaraan.

Perkembangan Islam Di Turki

Minggu, 01 Maret 2015

 PERKEMBANGAN ISLAM DI TURKI

 A. Sejarah islam di turki

Islam adalah agama terbesar di Turki sejak zaman Kesultanan Utsmaniyah menguasai Turki pada tahun 1400-an pemeluk Islam di Turki semakin banyak. Kini sekitar 99,8% penduduk Turki adalah Muslim, Kebanyakan Muslim di Turki adalah Sunni dengan 70-80%, sisanya adalah Alevis dan Syiah dengan 20-30%. Ada juga pengikut Dua Belas Imam dengan 3%.

Memasuki tahun pertama Masehi, wilayah Turki yang saat itu bernama Kerajaan Bizantium dikuasai Romawi selama empat abad. Kekuasaan Romawi dijatuhkan kaum Barbar. Pada masa inilah ibukota kerajaan dipindahkan dari Roma ke Konstantinopel (sekarang Istambul).
Pada abad ke-12 Bizantium jatuh ke dalam kekuasaan Kerajaan Ottoman yang dipimpin Raja Osman I. Inilah masa keemasan Turki Ottoman. Pada masa inilah pemerintahan Turki Ottoman memperoleh pengaruh Islam yang kuat .

Setelah Osman I meninggal, kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah kemudian merambah sampai ke bagian Timur Mediterania dan Balkan. Dan menjadi awal penyebaran agama Islam di Eropa
PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI TURKI
P erkembangan hukum Islam di Turki dapat dibagi  ke dalam tiga periode besar yaitu: periode awal (650-1250), periode pertengahan (1250-1800), dan periode modern (1800 sampai sekarang).

Pada periode awal, hukum Islam dilaksanakan secara murni sesuai dengan ajaran Alquran dan Sunnah bahkan cenderung tradisional dan konservatif.

Pada periode pertengahan sudah ada usaha untuk memasukkan hukum Islam ke dalam perundang-undangan negara. Dan di akhir periode pertengahan tersebut pemikiran pembaharuan hukum Islam sudah mulai muncul.
Pada periode modern terjadi pembaruan besar-besaran di Turki termasuk upaya Turkinisasi Hukum Islam yang dipelopori oleh Mustafa Kemal.

TEMPAT – TEMPAT BERSEJARAH ISLAM DI TURKI 



  1. Gedung Blue Mosque (Masjid Biru), yang dibangun Sultan Mohammad (abad ke-13). Hiasan lampu di seluruh ruangan, aneka keramik dinding biru diselingi kaligrafi bagai ukiran. 
  2. Bangunan Aya Sofia di masa Romawi adalah sebuah gereja Setelah Constatinopel berpindah ke tangan kerajaan Islam, maka Sulthan Mehmed (1451-1481) mer u bah Aya Sofiya menjadi m a sjid. 

TOKOH - TOKOH ISLAM DI TURKI 


  1. Sultan Muhammad Al-Fatih, Sang Pembuka Istanbul Sejak kecil Ia telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Kostantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menaklukan Konstantinopel. . 
  2. Suleiman I Sultan Suleiman I atau Suleiman Al-Qanuni (6 November 1494 – 5 /6 September1566 adalah Sultan dan Khalifah Turki Utsmani .S ultan Sulaiman berhasil menyebarkan Islam hingga ke tanah Balkan di Eropa meliputi Hongaria, Beograd, Austria, benua Afrika dan Teluk Persia. Dilahirkan di Trabzon . Di awal usia 7 tahun, ia telah dididik dengan ilmu kesusasteraan, sains, sejarah, agama dan taktik ketentaraan di Istana Topkapi, Istanbul 

MESJID BIRU (BLUE MOSQUE) ISTANBUL, TURKEY

Mesjid ini disebut “mesjid biru” karena kubah penutupnya berwarna biru. Bangunan ini berada di Istambul Turki dan dibangun oleh Sultan Ahmed I pada tahun 1609 dan selesai pada 1612. Sultan Ahmed membangun Masjid Biru untuk menandingi bangunan Hagia Sopia buatan kaisar Bizantium yaitu Constantin I, Hagia Sopia berada satu blok dari Masjid Biru. Hagia Sopia dulunya adalah Gereja Bizantium sebelum jatuh ke daulah Turki Otoman pada tahun 1453 M . Masjid Biru memiliki 6 menara, diameter kubah 23,5 meter dan tinggi kubah 43 meter, kolom beton berdiameter 5 meter.

Masjid ini adalah satu dari dua buah masjid di Turki yang mempunyai enam menara, yang satu lagi berada di Adana. Kabarnya, akibat jumlah menara yang sama dengan Masjidil Haram di Mekkah saat itu, Sultan Ahmad mendapat kritikan tajam sehingga akhirnya beliau menyumbangkan biaya pembuatan menara ketujuh untuk Masjidil Haram. Yang menarik, sebuah rantai besi yang berat dipasang di atas pintu gerbang masjid sebelah barat. Di masa lalu, hanya Sultan yang boleh memasuki halaman masjid dengan mengendarai kuda, dan rantai ini dipasang agar Sultan menundukkan kepalanya saat melintas masuk agar tidak terantuk rantai tersebut. Ini dimaksudkan sebagai simbol kerendahan hati penguasa di hadapan kekuasaan Ilahi.




Selain pemandangan yang indah, Istanbul memang dipenuhi bangunan cantik bersejarah. Tidak jauh dari Masjid Biru, terdapat museum Aya Sofia. Selain terkenal dengan keindahan arsitekturnya, Aya Sofia sangat unik karena sejarahnya, yaitu pertama dibangun sebagai katedral [pada masa Konstantinopel], lalu diubah menjadi masjid selama 500 tahun dan sejak pemerintahan sekuler Republik Turki menjadi museum sampai saat ini. Belum lagi istana Topkapi yang menyimpan beberapa peninggalan Rasulullah.

Masjid Biru, hingga kini, masih berfungsi sebagai tempat ibadah. Masuk dalam kompleks masjid terbesar di Istanbul ini, kita melewati taman bunga yang dilindungi pepohonan yang rindang. Sebuah tempat wudhu berderet di sisi depan masjid menyambut kita sebelum memasuki bagian dalam kompleks masjid.

Untuk menghormati masjid, wisatawan harus berpakaian sopan saat memasuki ruang masjid. Wanita harus mengenakan kerudung. Penjaga selalu siap mengingatkan di depan pintu masuk. Begitu sampai di dalam, sejumlah tamu Muslim melakukan shalat sunah masjid. Sementara sebagian lain memandang masjid dari bagian shaf belakang. Sebab, bagian depan hanya diperkenankan bagi mereka yang hendak bershalat.
Dari luar, tampaknya tak ada alasan karya arsitek Mehmet Aga yang dibangun pada 1609-1616 ini disebut dengan nama Masjid Biru. Barulah setelah kita masuk ke dalam, tampak bahwa interior masjid ini dihiasi 20.000 keramik dari Iznik — kawasan Turki yang terkenal menghasilkan keramik nomor wahid — berwarna biru, hijau, ungu, dan putih.

Ornamen bunga-bungaan dan tanaman bersulur itu tampak sangat indah memendarkan warna biru saat ditimpa cahaya matahari yang masuk lewat jendela 260 kaca patri.

Terdapat pilar-pilar marmer dan lebih dari 200 jendela kaca patri dengan berbagai desain yang memancarkan cahaya dari luar dengan dibantu chandeliers. Dalam chandeliers diletakkan telur burung unta untuk mencegah laba-laba membuat sarang di situ. Dekorasi lainnya adalah kaligrafi ayat-ayat Al Qur’an yang sebagian besar dibuat oleh Seyyid Kasim Gubari, salah satu kaligrafer terbaik pada masa itu.

Elemen penting dalam masjid ini adalah mihrab yang terbuat dari marmer yang dipahat dengan hiasan stalaktit dan panel incritive dobel di atasnya. Tembok disekitarnya dipenuhi dengan keramik. Masjid ini didesain agar dalam kondisi yang paling penuh sekalipun, semua yang ada di masjid tetap dapat melihat dan mendengar Imam.

Masjid ini terletak di Jalan Baabul Wazier, Dibangun pada tahun 1327 oleh Syamsudien Aq sunqur, menantu dari Sultan Nassir Mohammad Ibn Qolawwun..Kata Aq Sunqur sendiri berasal dari bahasa Parsi (Iran) yang artinya Paruh  putih. Aq=paruh Sunqur=putih. Dalam peta terlihat: No 1 adalah Istana Alin Aq, No 2. Komplek Khayer Bek, No 3. Blue Mosque.

Di dunia ini ada 3 masjid yang dinamakan Blue Mosque ( Masjid Biru):
- Masjid Sultan Ahamd di Istambul Turki.
- Masjid Amira Fatimah di Asfahaan Iran.
- dan Masjid Aqsunqur di Cairo Egypt.

Didalamnya kita dapati beberapa makam yaitu :

  • Ibrahim Aga Mustahfazan, yang berada di kamar yang sebelumnya adalah kamar untuk menghafal al Qur'an lalu dijadikan tempat makam beliau..Di kamar ini terlihat gabungan dua disnasti, yang pertama dari dinasti mammalik, ornament marmer khas mammalik, lalu ke atasnya adalah Turki usmani, berupa tempelan keramik khas berwarna majolica, blue, sehingga orang barat menyebutnya Blue Mosque...Tak lupa langit2 kubah yang sangat bagus ornamentnya..Hal serupa terlihat di seluruh masjid ini..Ibrahim Aga Mustahfazan, adalh orang yang merenovasi masjid ini, beliaulah yang membawa keramik dari turki Iznik ini untuk menghias Masjid.
  • Syamsudien Aqsunqur, pendiri masjid ini pada masa mammalik, terlihat sederhana, karena mereka (kaum Mammalik) lebih mementingkan mendirikan masjid dan kemewahannya dibanding makam untuk dirinya..Namun sebagaimana mengikuti makam Rasulullah SAW, diatasnya dibangun kubah.
  • Alaudien Kuchuk, kakak dari Sultan Hassan putra Sultan Nassir Mohammad Ibn Qolawwun,


Umur masjid ini sudah sangat tua, terlihat sangat terurus, namun kita akan mendapat guide yang sangat istimewa, sangat ramah dan selalu tanggap untuk menjawab semua pertanyaan kita. Masuk ke masjid dengan gratis. dan kita bisa naik ke menaranya dan bisa melihat sekeliling area masjid yang sangat indah, penuh dengan sejarah.

Di Mihrab masjid, terlihat gabungan berbagai macam seni. Tiang yang menyangga ada dua gaya yaitu berasal dari Aswan, khas mesir yang berupa tiang2 yang bulat dan besar, dan yang berasal dari gaya Romawi yang berbentuk marmer yang bersegi dan putih warnanya. Bisa kita lihat juga mimbar dan sisi mihrab yang merupakan marmer hadiah dari Italy, sesuai dengan sejarah zaman dahulu turki usmani pernah menjajah eropa, agar tidak dikuasai dan dijajah maka Italy memberi banyak hadiah kepada kerajaan Turki Usmani ini, salah satunya dengan memberikan marmer khas Italy


Pada tahun 1453 saat Kesultanan Utsmaniyah mulai berkusa di Turki, Islam makin dominan di Turki. Gereja-gereja di Turki yang merupakan peningalan Bizantium termasuk Hagia Sophia banyak diubah menjadi masjid. Islam menjadi sangat dominan hingga tahun 1920an.


Saat Kesultanan Utsmaniyah runtuh dan diteruskan oleh Republik Turki pada 1923, Islam menjadi sedikit mundur karena perubahan Turki dari kesultanan menjadi negera sekuler. Ataturk melarang emblem-emblem Islam dan memberi keleluasaan pada agama non-Islam.
Efek lainnya adalah dimulainya penggunaan Kalender Masehi seperti di negara-negara Barat ketimbang Kalender Hijriyah, dan penggunaan kata Tanri ketimbang Allah. Kemudian Hagia Sophia yang diubah lagi menjadi museum, pelarangan pengajaran agama Islam, dan pembatasan jumlah masjid.

Pada masa Reformasi Turki pada 1945, setelah peringanan kontrol politik otoriter pada tahun 1946, banyak orang mulai memanggil secara terbuka untuk kembali ke praktik keagamaan tradisional. Selama tahun 1950-an, bahkan pemimpin politik tertentu merasa bijaksana untuk bergabung dalam advokasi para pemimpin agama untuk menghormati agama. Para reintroduksi agama ke dalam kurikulum sekolah mengangkat masalah pendidikan tinggi agama. Para elit sekuler, yang cenderung tidak percaya para pemimpin agama tradisional, percaya bahwa Islam bisa "direformasi" jika pemimpin masa depan telah dilatih dalam seminari yang dikontrol pemerintah. Untuk lebih tujuan ini, pemerintah pada tahun 1949 didirikan sebuah fakultas keilahian di Universitas Ankara untuk melatih guru Islam dan imam. Pada tahun 1951 pemerintah mendirikan Partai Demokrat sekolah menengah khusus (okullari imam HATIP) untuk pelatihan imam dan pendeta. Awalnya, sekolah imam HATIP tumbuh sangat lambat, tetapi jumlah mereka berkembang pesat menjadi lebih dari 250 pada tahun 1970-an, ketika pro-Islam Partai Keselamatan Nasional berpartisipasi dalam pemerintahan koalisi. Setelah kudeta 1980, militer, meskipun sekuler dalam orientasi, agama dilihat sebagai cara yang efektif untuk melawan ide-ide sosialis dan dengan demikian dasar pembangunan sembilan puluh HATIP imam lebih sekolah tinggi.

Selama tahun 1970-an dan 1980-an, Islam mengalami semacam rehabilitasi politik karena para pemimpin sekuler kanan-tengah agama dianggap sebagai benteng potensi dalam perjuangan ideologis mereka dengan pemimpin sekuler kiri-tengah. Sebuah kelompok advokasi kecil yang menjadi sangat berpengaruh adalah Hearth Cendekiawan, sebuah organisasi yang menyatakan bahwa budaya Turki benar merupakan sintesis tradisi Turki 'pra-Islam dan Islam. Menurut Hearth, Islam tidak hanya merupakan suatu aspek penting dari budaya Turki tetapi adalah kekuatan yang dapat diatur oleh negara untuk membantu mensosialisasikan orang-orang untuk menjadi patuh warga sepakat untuk tatanan sekuler secara keseluruhan. Setelah kudeta militer 1980, banyak usulan Hearth untuk restrukturisasi sekolah, perguruan tinggi, dan penyiaran negara diadopsi. Hasilnya adalah pembersihan dari lembaga-lembaga negara lebih dari 2.000 intelektual dirasakan sebagai mengemban ide-ide kiri tidak sesuai dengan visi Hearth tentang kebudayaan nasional Turki.

Meskipun tarikah (istilah ini kadang-kadang dapat digunakan untuk mengacu pada setiap 'kelompok atau sekte' yang beberapa di antaranya bahkan mungkin tidak Muslim) telah memainkan peran mani dalam kebangkitan agama Turki dan di pertengahan 1990-an masih terbit beberapa negara yang paling beredar luas jurnal keagamaan dan surat kabar, sebuah fenomena baru, Islamcı Aydın (intelektual Islam) yang tidak berafiliasi dengan perintah Sufi tradisional, muncul selama tahun 1980-an. Produktif dan penulis populer seperti Ali Bulaç, Rasim Özdenören, dan Ismet Özel telah diambil pada pengetahuan mereka tentang filsafat Barat, sosiologi Marxis, dan teori politik Islam radikal untuk melakukan advokasi perspektif Islam modern yang tidak ragu-ragu untuk mengkritik penyakit masyarakat asli sedangkan secara bersamaan sisa setia kepada nilai-nilai etika dan dimensi spiritual agama. Intelektual Islam kasar kritis para intelektual sekuler Turki, yang mereka kesalahan untuk mencoba melakukan di Turki apa yang intelektual itu di Eropa Barat: materialisme duniawi pengganti, dalam versi kapitalis atau sosialis, untuk nilai-nilai agama.